Senin, 16 November 2015

Keluarga Sejahtera dengan Keluarga Berencana: Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi untuk Membatasi Kelahiran

Indonesia adalah Negara terbesar keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan data sensus Badan Pusat Satistik pada awal tahun 2010 dalam Herlinawati, Fitria & Santosa (2013) adalah 237.556.363 jiwa dengan kepadatan 124/ km2. Tingginya jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik ini menjadikan Indonesia berada dalam masalah. Masalah yang paling berkaitan adalah berhubungan dengan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan warga (Herlinawati, et al, 2013). Berdasarkan hal-hal tersebut, maka perlu adanya solusi untuk menekan angka kelahiran yang sampai saat ini berjumlah 5.000.000 jiwa/ tahun.

Keluarga Berencana (KB) adalah program pemerintah yang dirintis sejak tahun 1971 yang bertujuan untuk memenuhi kesehatan reproduksi yang berkualitas dan mengendalikan angka kelahiran. Upaya yang dilakukan dalam program KB diantaranya adalah melalui pendewasaan usia menikah, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga, dan pengaturan kelahiran dengan menggunakan alat kontrasepsi dan penentuan jarak kelahiran (Oktviani,  2010). Kontrasepsi adalah yang paling popular penggunaannya untuk menunjang program KB dalam mengendalikan jumlah kelahiran di Indonesia. Salah satunya adalah kontrasepsi dengan prinsip memotong saluran telur pada rahim wanita, atau dalam istilah medis disebut tubektomi.

Tubektomi atau yang biasa dikenal KB steril adalah setiap tindakan yang dilakukan pada kedua saluran telur (tuba fallopi) wanita yang mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak akan mendapatkan keturunan lagi (Jannah & Djoko, 2014). Metode yang digunakan dalam kontrasepsi tubektomi adalah dengan memotong dan mengambil sebagian saluran telur dan kemudian dilakukan minilaparatomi atau sterilisasi laparaskopik untuk mengikat tuba (membuat buntu). Prinsip pemotongan tuba fallopi inilah yang membuat sel telur tidak dapat mencapai rahim sehingga terjadi kontrasepsi permanen pada wanita atau yang disebut juga dengan KB steril atau kontrasepsi steril.


Penggunaan tubektomi sebagai kontrasepsi di Indonesia masih tergolong jarang. Berdasarkan data pemerintah Indonesia, wanita yang menggunakan tubektomi sebanyak 5,5% (Jannah & Djoko, 2014) dari total keseluruhan pengguna kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena sifat tubektomi yang permanen sehingga membuat pasangan berpikir ulang jika kemudian berkeinginan untuk memiliki keturunan lagi. Sebenarnya, wanita tubektomi masih bisa memiliki keturunan yaitu dengan jalan operasi yang menghubungkan saluran tersebut secara tepat (reanostomosis) untuk mengembalikan kesuburan (Jannah & Djoko, 2014).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jannah & Djoko (2014) terdapat 74% suami dengan persepsi positif terhadap penggunaan kontrasepsi tubektomi. Penelitian tersebut dilakukan pada 35 responden  di Kelurahan Banyuajuh RT 02 RW 09 Kamal. Hal ini membuktikan bahwa seorang wanita yang menjalani kontrasepsi tubektomi tidak menjadi alasan bagi suami untuk berpersepsi negatif. Selain itu, seorang yang menjalani kontrasepsi tubektomi tidak ada pengaruhnya terhadap kesehatan mental meskipun untuk kesehatan fisik cukup berpengaruh bila dibandingkan dengan bukan pengguna kontrasepsi apapun (Kustiyati, Widjayanegara & Sukandar, 2012).

Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi yaitu jumlah anak lebih atau sama dengan tiga, sikap positif dan dukungan keluarga (Kustiyati, et al, 2015). Sikap positif dan dukungan keluarga sangat mempengaruhi penggunaan kontrasepsi ini, selain karena faktor mental namun juga terkait faktor dukungan terhadap wanita. Oleh karena itu, Kontrasepsi Tubektomi ini sangat disarankan bagi pasangan yang sudah memiliki anak lebih atau sama dengan tiga dan berkeinginan untuk tidak memiliki keturunan lagi.



DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2010. Diakses 15 September 2015 dari http://Sp2010.bps.go.id/index.php /site? id=
Herlinawati. Fitria, Maya, dan Santosa, Heru. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita Pasangan usia subur di RSUD Dr Pirnga di Medan tahun 2012. Diakses pada 15 September 2015 dari http://202.0.107.5/index.php/gkre/article/view/3642
Jannah, Miftakhul dan Djoko, Hendro. (2014). Gambaran Persepsi Suami tentang KB Tubektomi di Kelurahan Banyuajuh RT 02 RW 09 Kamal. Diakses pada 11 September 2015 dari http://ejournal.stikeswilliambooth.ac.id/index.php/S1Kep/article/view/24/23
Jannah, Miftakhul dan Djoko, Hendro. (2015). Fungsi seksual wanita pasca tubektomi (studi lapangan di kota surakarta). Jurnal GASTER, 7 (1), 7-18.
Kustiyati, Sri. Widjayanegara, Hidayat, dan  Sukandar, Hadyana. (2012). Kesehatan fisik dan mental wanita pasca tubektomi (studi lapangan di kota surakarta). Jurnal GASTER, 9 (2), 62-71.
Oktaviani, Anastasia. (2010). Implementasi program keluarga berencana di Kelurahan Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan (studi kasus: partisipasi pria dalam program keluarga berencana)

0 komentar: